Baru-baru ini, sebuah penelitian yang dilakukan oleh OpenAI menunjukkan bahwa meskipun teknologi kecerdasan buatan telah mencapai terobosan signifikan dalam penerapannya di pengembangan perangkat lunak, sepenuhnya menggantikan programmer manusia masih tidak realistis. Penelitian ini mengevaluasi kinerja model bahasa besar melalui pengujian SWE-Lancer di platform kerja lepas Upwork, melibatkan tugas pengembangan perangkat lunak senilai lebih dari $1 juta. Dalam penelitian ini, model-model seperti GPT-4o dan GPT-1 dari OpenAI serta Claude-3.5 Sonnet dari Anthropic diperiksa untuk menganalisis keunggulan dan keterbatasan AI dalam pengembangan perangkat lunak.
Hasil menunjukkan bahwa model Claude 3.5 Sonnet yang berkinerja terbaik berhasil menyelesaikan 26,2% tugas kontribusi pribadi, menghasilkan pendapatan sebesar 208.050 dolar AS, namun masih belum dapat sepenuhnya menggantikan peran manusia dalam proses pengembangan perangkat lunak yang kompleks. Penelitian ini menekankan efisiensi AI dalam dengan cepat mengidentifikasi masalah dan pencarian kata kunci, sehingga menunjukkan hasil yang baik dalam menangani tugas-tugas sederhana. Dalam tugas manajemen seperti evaluasi teknis, AI juga dapat tampil dengan baik, terutama dalam aspek pemahaman teknis.
Namun, ketika dihadapkan pada masalah yang kompleks, AI masih menunjukkan banyak kekurangan. Model mengalami kesulitan dalam memahami masalah yang melibatkan banyak komponen atau dokumen, seringkali tidak dapat menggali penyebab yang mendasar, yang mengakibatkan solusi yang kurang komprehensif atau mengalami cacat. Fenomena “hanya melihat pohon dan tidak melihat hutan” ini membuat AI kesulitan untuk menghadapi tantangan yang memerlukan pemikiran sistem yang mendalam.
Dengan kemajuan teknologi AI, perusahaan perlu memikirkan kembali posisi AI dalam pengembangan perangkat lunak. Peran AI seharusnya dianggap sebagai alat peningkatan, bukan pengganti insinyur manusia, untuk meningkatkan efisiensi kerja insinyur. Saat membentuk tim teknologi, perusahaan harus menekankan kolaborasi manusia-mesin, memungkinkan AI untuk menangani tugas-tugas dasar seperti pencarian cepat dan diagnosis awal, sementara insinyur dengan pemikiran sistem yang mendalam menangani pekerjaan yang lebih tinggi.
Sementara itu, perusahaan juga harus meningkatkan investasi dalam pengembangan berkelanjutan para insinyur. Meskipun AI dapat berfungsi dalam beberapa bidang, ia tidak dapat menggantikan kemampuan manusia untuk menyelidiki dan memahami masalah secara mendalam. Khususnya untuk insinyur pemula, AI saat ini tidak dapat menangkap kemampuan untuk melihat masalah dari berbagai perspektif. Ini adalah keunggulan yang unik bagi manusia.
Penelitian ini dengan jelas menunjukkan bahwa saat ini AI masih belum dapat sepenuhnya menggantikan insinyur perangkat lunak. Namun, dengan perkembangan teknologi yang pesat, perusahaan harus terus menyesuaikan strategi mereka dan selalu memperbarui kerangka penerapan AI. Dengan mengoptimalkan kolaborasi antara manusia dan mesin serta menggabungkan keunggulan AI dan kecerdasan manusia, kita dapat mendorong inovasi teknologi dan pengembangan bisnis.
Akhirnya, kunci keberhasilan tidak terletak pada ketergantungan yang berlebihan pada AI atau penolakan total terhadap AI, tetapi pada bagaimana keduanya dapat saling berkoordinasi dan coexist untuk mencapai keunggulan yang saling melengkapi.



